Senin, 07 Juli 2008

Bangunan Tradisional

Pada masa lampau masyarakat kita secara langsung menerima bentuk-bentuk bangunannya sebagai warisan dan nenek moyangnya. Dengan demikian, tidak ada bentuk-bentuk baru yang diciptakan untuk menyempurnakan bentuk hunian mereka, karena mereka menganggap bahwa bangunan tersebut telah sempurna. Secara kegiatan, kondisi sosial dan budaya kita menunjukkan bahwa banyak kegiatan dilakukan di ruang terbuka atau paling tidak berhubungan dengan ruang luar. Kalaupun terlindung, paling hanya terlindung dan panas matahari dan hujan. Dari sini jelas terlihat, bahwa atap sangat berperan dalam bangunan kita yang kemudian dilengkapi elemen lain seperti dinding dan lantai.

Pada bangunan tradisional Indonesia, yang berada di zona tropis lembah dan memiliki curah hujan yang cukup besar dan sinar matahari yang cukup terik, atap memang dibuat dengan kemiringan yang cukup untuk mengalirkan hujan. Coba saja simak bentuk-bentuk atap dan berbagai bangunan tradisional negara kita, dapat dikatakan hampir semua bangunan tersebut menggunakan atap miring.

Secara konsepsi, bangunan tradisional kita memiliki bagian-bagian seperti kaki, badan dan kepala. Kaki adalah kolong atau umpak, badan diidentikkan dengan ruangan dan kepala adalah atap. Pada umumnya atap selalu di curam dan berteritis lebar. Bangunan tersebut menggunakan atap miring. Dengan atap miring itu pula, curah hujan dapat mengalir lancar.

Tidak ada komentar: